Matahari baru saja beranjak naik. Di beranda rumah, Antoko sibuk dengan hobinya: merawat kenari-kenari cantik miliknya. Ada puluhan sangkar kenari dengan seratusan penghuni. Riuh sekali. Melihatku berdiri di ambang gerbang pintunya, dia langsung menohok, “Sudah punya blog sekarang. Berhaiku lagi! Padahal setahuku selama ini kamu cuma penikmat, tidak menulis puisi pendek itu.”
Sepertinya dia tidak perlu jawabanku. Perhatiannya kembali ke kenari-kenarinya. Padahal aku sudah siap dengan segudang jawaban…
Beruntung aku tidak segera menyahut. Para kenari yang berkicau memberi dukungan kepadaku. Aku teringat sebuah buku yang mengajakku selalu merenungkan perkara-perkara kecil yang tampak remeh.
“Hei, bisakah kamu menjelaskan mengapa kenarimu berkicau?” kataku meminjam sebuah frasa dalam buku itu.
Sekarang aku yang tidak menunggu jawabannya. Aku mendengar istriku berteriak-teriak memanggilku.